Surat Tak Bertuan




 





{Aku tak berbentuk dan tak tertata rapi,
Jika aku tahu kau tidak menyatu lagi denganku,
Tapi, aku akan tertidur selamanya,
Jika kau tetap menyanyikan lagu suaramu itu,}
-


“ Leva, lagi,”
“ Apa, sih ? “ tanyaku ketika Rainy tiba-tiba mencegatku sepulang sekolah hari ini.
“ Kamu ingat kan ceritaku beberapa hari yang lalu ? “ tanya Rainy tanpa langsung sambil menarik tanganku ke penjual bakso di depan sekolahan,
“ Ingat, eh, kita makan bakso ya? Asyik…makan makan, “
” Serius Leva, yang soal surat kemariiiin,”  suara Rainy terdengar gemas ketika melihatku tidak mempedulikannya.
” Iya serius, sebentar kita nyebrang jalan dulu, ” jawabku sambil meraih tangan mungil yang sedari tadi bergerak-gerak gemas hendak mencubitku.
Sesampainya di warung bakso mang Iman, aku memberi kode ’pesan dua’ dengan tangan. Mang Iman paham, dia membalas dengan jempol dan segera meraih mangkok dan meracik pesanan.  

Sebelum mengikuti Rainy yang sudah memilih tempat duduk, aku mengambil kacang atom garuda 5 bungkus. Makan bakso itu enaknya dikasih tambahan kriuk-kriuk seperti ini, tak lupa sambel, saos, sama kecap sedikit. Rasanya jangan ditanya, seperti ditampol sandal. Pedees.

Aku duduk disamping Rainy, berbarengan dengan datangnya pesanan kami,
” Makasih Mang,,” kata Rainy
Mang Iman menunjukkan jempol lagi. Sepertinya Mang Iman hobi unjuk jempol.
Mangkuk bakso dari mang Iman segera ku isi dengan ramuan rahasia, 5 sendok sambel, 3 jumput saos dan satu sendok makan kecap manis. Tak lupa dicampur.
” Bakso racun, ” komentar Rainy tanpa melihat kearahku,
” Diiih,,”
” Mau kusuapi ? ”  tantangku sambil menyendok kuah dan mendekatkan ke mulut Rainy.
” Ogah, ”
Aku tak mau kalah, isi dalam sendok kutuang ke mangkoknya, strike.
Melihat hal itu Rainy langsung mencubit lenganku. Cubitannya keciiiiil, rasanya pedeees, sebelas dua belas dengan rasa kuah baksoku yang sekarang.
” Ya Tuhaaan,, KDRT ” kataku sambil mengusap-usap bekas cubitan Rainy. Beneran sakit ini.

Rainy melengos ganjen dan meneruskan menyendok baksonya. Dia tidak suka makanan pedas, tapi kalau hanya satu sendok tambahan dariku, Dia masih bisa menerima.
” Eh, Leva, ayo terusin, gimana tadi tanggapanmu,
Aku pura-pura tidak mendengar ucapannya, tetap menyendok kuah dan bakso dan memasukkannya ke mulutku.

Cekiiiiiit,
Rainy mencubitku lagi, kecil dan sakit.
Aku langsung melotot kearahnya,  marah. Pelaku pencubitan itu tersenyum menunjukkan giginya.
” Kamu itu, disini korban KDRT aku, bukan kamu, ”
 ” Levaaaa ”   panggil  Rainy sambil mencubit lenganku. Lagi.
” Aduuuh,,”  kali ini aku mengerang atas kelakuannya itu. Bagaimana tidak, dia mengulang cubitan di tempat yang sama. Bisa-bisa kulitku terkelupas. Berdarah dan infeksi.

” Habiiiiiis, ”  katanya kesal,  ” Kamu nyuekin aku,”
” Bukan nyuekin kamu, tapi  sedikit mendiamkan, hehehe,”
Tuh kan, aku dicuekin, Leva ja-hat ”  kata terakhirnya di ucapkan dengan jelas dan keras. Membuat anak-anak sekolahku yang nongkrong di bakso mang Iman menoleh ke arah kami. Sedang Mang Iman hanya tersenyum – senyum. Dia sudah biasa melihat Rainy dan aku seperti itu. Sama denganku, aku sudah terbiasa melihat Rainy merajuk dan cemberut. Hal itu tidak membuatku membencinya, melainkan semakin mengetahui sifat-sifatnya.
 ” Hahahah, kalah ya, marah deh,” godaku sambil meneruskan melahap bakso yang yang tinggal beberapa.
” Levaa,” kata Rainy merajuk lagi. Leva jahat, pikir Rainy, cewek ini selalu menggodanya.
” Aduuuuh, iya Rainy, aku dengerin kamu kok, aku ini multitalenta kok, sambil makan tapi tetap mendengarkan, sekarang aku lapar makanya aku makan dulu. Kamu cerita aja, ”
” Beneran lho ya, dengerin ya,,..”
“ Iya, bandel amat ni anak. ”
” Ingat kan sama mas-mas yang kirimin aku puisi, nah tadi pagi dia kirimin aku lagi,  duuuh, jangan-jangan psikopat yah? ” curhat Rainy sambil dia menyendok kuah baksonya. Akhirnya dia makan juga baksonya, kan rugi kalau sudah dibeli tapi tidak dimakan.
” Memang tahu dari mana kalau yang ngirim ’mas-mas’ ? ”
” Yaaah ! Leva lemot. Siapa lagi yang kirim puisi ke cewek ? ya mesti mas-mas-lah,,”
Aku manggut-manggut. Iya aja lah,
” Tapi, seneng juga sih punya fans gelap...” kata Rainy akhirnya sambil tertawa.
Aku menatapnya tak percaya, baru 5 menit yang lalu dia ribut khawatir tentang surat gelap yang diterimanya. Sekarang dia sudah bisa mentertawakan kejadian itu. Memang benar-benar seorang Rainy.
” Ya sudah, berarti sudah nggak galau lagi kan, ayo sekarang habisin baksonya, ” suruhku dengan lagak seorang mamah,
Rainy tertawa, lalu menghabiskan isi mangkuknya sambil terus bercerita,
Setelahnya kami sama-sama berangkat ke tempat bimbel dan memulai sore kami seperti hari-hari biasa.
---

{Apa guna Matahari
Jika seorang Rainy datang memberikan indahnya
Apa guna hujan
Jika seorang Rainy memberikan kehidupan
Dalam setiap langkah yang aku tanam di dunia fana ini}
-

---

{Kematian bukanlah halangan bagiku untuk mencinta
Mata indahmu akan menyertai jalanku jika aku tersesat nanti
Jika ada yang boleh kuminta
Aku akan memohon tambahan waktu untuk terus memandangmu
Karena waktu hidupku
Tidak memuaskan dahagaku akan cintamu}
-

Rainy termangu membaca tulisan tangan yang dia terima lewat pos siang ini. Lumayan juga untuk tulisan mas-mas, walau tidak masuk kategori bagus, tapi bisa dibaca.  
Tapi kira-kira, seperti apa ya wajah mas-mas ini? mengapa pula mas-mas ini tidak mau menampakkan dirinya? Padahal Rainy mau saja mengenal mas-mas itu. selama dia bukan psikopat. Jangan-jangan psikopat beneran yaa ?
Tetapi kata Mayleva, kemungkinan besar mas-mas itu sekedar fans gelap saja. Selama tidak berbuat yang aneh-aneh, biarkan saja.
Ada benarnya juga kata-kata temannya itu. Fans gelap,
Hihihi, aku punya fans, kata Rainy dalam hati sambil memasukkan surat itu ke amplop dan menyimpannya di kotak simpanannya.
Tapi awas saja, kalau mas-mas itu mulai bertindak aneh-aneh, Rainy akan segera melapor ke Bang Robi, kakak sepupunya. Dia kan Polisi, pasti punya solusi.

---


{Rainy, aku hanya ingin mencintaimu bukan menyita waktumu
Jadi tetaplah menjadi peri hutan yang tetap bergerak menuruti hatimu}
-

---

{Bukannya aku menolak untuk merubah keadaan
Tetapi keadaanlah yang membuatku seperti ini
Namun rasaku untukmu bukanlah buatan,
Ini akan terus tumbuh walau aku menumpasnya
Tunas baru akan muncul dari potongan dasr kedalaman
Dan saat tunas itu tak tumbuh lagi
Itulah saat kematianku menjemput}
-

---

{Ketika saat itu datang, Rainy
Berjanjilah untuk tetap menjadi Rainy-ku}
-


” Hmmm, sepertinya dia takut kau akan menolaknya, ”  jawabku ketika suatu sore Rainy datang ke rumah, membangunkan tidurku hanya untuk menunjukkan dua baris puisi terakhir yang diterimanya dan menuntutku untuk berkomentar.
” Yakin hanya seperti itu ?” tanya Rainy memastikan. Sepertinya dia terlihat sedikit cemas. Aku mengangguk pasti. kemudian memandangnya dengan kasihan, apakah kau begitu terganggu dengan orang itu Rainy?
” Ya ampuuuuun,, kupikir mas-mas itu mau bunuh diri atau apa. Kan kasihan sekali jika dia seperti itu, ” kata-katanya terdengar lega,

Aku  tersenyum kecil dan memegang kepalanya, ” Dasar....” kataku pelan dan melangkah keluar kamar, aku haus.
” Eh, benar kan Leva, nanti aku bisa dituntut gara-gara menghilangkan nyawa seseorang,” kejar Rainy. Ketika dia berada disampingku dia mengaitkan tangannya dilenganku sambil mulai berceloteh,
” Coba bayangin, aku yang masih muda, cantik dan berprestasi harus masuk penjara gara-gara dituduh membunuh, terus apa kabar Baek-hyun, Sehun, sama Gong Yoo Ahjussi,”
” Hiiis kamu ini, kejauhan kalau ngomong, imajinasimu keterlaluan, siapa itu tukang jus?! ”
” Leva mah gitu, nggak suka kalau aku bahagia, ” mulutnya mencibir
Aku tak segera membalas, kami sudah sampai dapur, dan aku langsung membuka kulkas. Aah Jeruk perasku.
Aku kalah cepat dengan tangan Rainy, ketika aku hampir menyentuh gelas perasan jeruk buatanku,  tangan Rainy sudah memegang gelas itu dan mengambilnya,
” Terimakasih, ” katanya sebelum menghabiskan isi gelas yang diserobotnya sedetik lalu,
Aku manyun,
” Ya Tuhaan, kalau Kau tidak sedang sibuk, tolong kirim orang ini langsung ke rumahnya, langsung, gak usah pakai prangko, ” rutukku
Rainy langsung tertawa, suaranya terdengar bahagia sekali,
Mau tak mau aku jadi ikut tersenyum, dalam hati, karena aku sedang pura-pura marah.
---

Lagi dan lagi, Rainy selalu menunjukkan surat dari mas-mas setelah dia menerima dan membaca. Surat itu selalu dialamatkan ke rumah dan selalu diantar pak pos.  Jadi Rainy tidak bisa  menebak pengirimnya. Dan sepertinya dia sudah tidak merasa terganggu dengan hadirnya surat anonim itu. Imbas kekehidupanku, aku mulai kembali merasa nyaman lagi, tidur siang tanpa dibangunkan, tidak menjadi korban cubitan lagi, dan tidak harus menduga-duga maksud terpendam isi surat itu.
Aku bebas.



{Pagi ini saat mulai rebahkan jiwaku,
Terkubur rasa menahun yang biasa mendatangiku
Aku hanya bisa melepasnya pergi
Dan berterima kasih atas keberanian yang lama menemani perjalananku
Rainy, jika rasa itu hilang
Apakah aku masih tetap bersuara ?}
-

---


{Uno meso,
Satu bulan Rainy, Satu bulan aku tak menyuarakan hatiku,
Aku membisu melihat indahmu,
Hanya merasakan damainya hati dan detakan hidupmu yang membuatku melayang.
Ingin aku merebahkan kepalan tanganku di pangkuanmu
Karna disitulah aku merasa tenang}
-

---

Malam itu Mayleva terpaku dimeja tulisnya. Dia tak tahu, akan sampai kapan dia mengirim curahan hatinya kepada Rainy secara anonim. Entahlah, mungkin jika rasa cinta itu telah hilang dan menguap dari hatinya. Tetapi Mayleva yakin, rasa itu akan bercokol lama di hatinya, karena cinta sejatinya telah datang menghampirinya 4 tahun silam bersama Rainy.

-end-

Comments